Cari Apa...???

Signatur

Signatur

Pencet Donk Gan...!!!


Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

MAKALAH KAPITA SELEKTA TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAB I PENDAHULUAN A) LATAR BELAKANG Lembaga pendidikan dewasa ini sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan, khususnya di Indonesia. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep Islam, lembaga pendidikan Islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat Islam. Keluarga, mesjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mutlak diperlukan disuatu negara secara umum atau disebuah kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, begitu juga para pencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman. Pembahasan lembaga pendidikan Islam tidak hanya berhenti di definisi dan contoh lembaga pendidikan Islam saja, namun pembahasan lembaga pendidikan Islam sangat luas yaitu berkisar pada tantangan lembaga pendidikan Islam Dalam Transformasi Sosial Budayapun menjadi pembahasan ruang lingkup lembaga pendidikan Islam ini. A) RUMUSAN MASALAH 1) Apa pengertian lembaga pendidikan ? 2) Apasajakah bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam islam ? 3) Bagaimanakah tantangan lembaga pendidikan islam dalam transformasi sosial budaya? B) TUJUAN 1) Untuk mengetahui pengertian lingkungan dan lembaga pendidikan 2) Untuk engetahui bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam islam BAB II PEMBAHASAN A) PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisai” (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Lembaga pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada si terdidik sesuai dengan badan tersebut. (Marimba, 1987:56) Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerenakna fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hokum sendiri. (Muhaimin, 1993 : 286). Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam. B) BENTUK-BENTUK LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM 1) KELUARGA Menurut Hammudah Abd Al-Ati, keluarga secara operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan. System kekeluargaan yang diakui oleh Islam adalah “al-ustrat az-zawjiyah” (suami istri) yaitu terdiri atas suami, istri dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula. Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan Islam rumah Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai lembaga pendidikan dalam Islam sudah diisyaratkan dalam Al-Qur’an, seperti yang terkandung dalam QS. Asy-Syura (26) : 214 :”berilah peringatan kepad kerabat-kerabatmu yang terdekat”. Dasar dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya adalah : • Dasar pendidikan budi pekerti : member norma pandangan hidup tertentu walaupun masih dalam bentuk yang sederhana kepada anak didik • Dasar pendidikan social : melatih anak dalam tata cara bergaul yang baik terhadap lingkungan sekitar. • Dasar pendidikan intelek : anak diajari kaidah poko dalam percakapan, bertutur bahasa yang baik, kesenian yang disajikan dalam bentuk permainan. • Dasar pembentukan kebiasaan : pembinaan kepribadian yang baik dan wajar, yaitu membiasakan kepada anak untuk hidup yang teratur, bersih, tertib, disiplin, rajin yang dilakukan secara berangsur-angsur tanpa unsur paksaan. • Dasar pendidikan kewarganegaraan : member norma nasionalisme dan patriotism, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang tinggi. • Dasar pendidikan agama : melatih dan membiasakan ibadah kepada Allah SWT, sembari meningkatkan aspek keimanan dan ketakwaan anaknya kepada-Nya. Peranan para orang tua sebagai pendidik adalah: 1. Korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya. 2. Inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak; 3. Informator, yaitu memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam; 4. Organisator, yaitu memiliki keampuan mengelola kegiatan pembelajaran anak yang baik dan benar; 5. Motivator, yaitu mendorong anak semakin aktif dan kreatif dalam belajar; 6. Inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan anak; 7. Fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak; 8. Pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak ke arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat. 2) MESJID SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Secara harfiah mesjid adalah “tempat untuk bersujud”, namun dalam arti terminologi, mesjid diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktifitas ibadah dalam arti yang luas.Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan dimesjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan suatu lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya.Dengan tercipta lingkaran tersebut ,bukan berarti fungsi mesjid berhenti, tetapi tetap memberikan sahamnya dalam menciptakan dan menimbulkan lingkaran baru lagi1 Dewasa ini , fungsi masjid mulai menyempit , tidak sebagaimana pada zaman Nabi Muhammad SAW,Hal itu terjadi karna lembaga-lembaga sosial keagamaan semakin memadat ,sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja. Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan masyarakat islam ,pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan pusat pemukiman (community center), serta sebagai tempat ibadah dan i’tikaf .18(tim Depag RI,Islam untuk pendidikan...,op.,cit./h. 180-183) Al-‘Abdi dalam bukunya Al- Madkhal menyatakan bahwa mesjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam mesjid, akan terlihat hidupnya sunah-sunah Islam, menghilangkan segala bid’ah-bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangnya stratifikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan, karena itu, mesjid merupakan lembaga kedua setelah pendidikan keluarga, yang jenjang pendidikannya terdiri dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dalam waktu yang sama. Masjid di samping sebagai tempat shalat, digunakan pula sebagai tempat untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islamiah pada permulaan perkembangan Islam, yang terdiri dari kegiatan bimbingan dan penyuluhan serta pemikiran secara mendalam tentang suatu permasalahan dan hal-hal lain yang menyangkut siasat perang dalam menghadapi musuh-musuh Islam.  Dua peran yang dilakukan oleh masjid, yaitu : 1. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah. Sedangkan, sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat dilihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqah yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. 2. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegaitan yang bersifat amaliah. Mereka yang banyak terlibat aktif dalam kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan. 3. Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah : • Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada allah swt. • Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan • menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga negara. • Memberikan rasa ketenteraman, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian kesadaran, perenungan, optimisme dan mengadakan penelitian. Menurut Abuddin Nata terdapat dua peran yang dilakukan oleh masjid. Pertama, peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah shalat lima waktu, shalat Idul Fitri, Idul Adha, berzikir dan berdo’a. Pada semua kegiatan ibadah tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan mental spiritual yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqoh (lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut berlangsung mengalir sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis dan mengikat secara kaku. Kedua, peran masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di masjid dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat amaliah. Mereka yang banyak terlibat dan aktif dalam berbagai kegiatan di masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan kepemimpinan. 3) PONDOK PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Al-Kutab atau yang dikenal dengan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan awal yang tergolong inovatif, kreatif, dinamis, demokratis, dan egaliter. Dikatakan inovatif karena masing-masing al-Kuttab dapat mengembangkan dan meningkatkan berbagai aspek dan komponennya. Disebut kreatif, karena antara satu al-Kutab dengan al-Kutab lainnya dapat melahirkan inovasi dan kreasi baru serta saing berlomba. Dinamakan dinamis karena keberadaan al-Kuttab selain setiap mengalami pertambangan jumlahnya, juga dapat melakukan berbagai tambahan-tambahan baru ke dalam berbagai komponen yang dibutuhkan. Disebut demokratis karena baik guru maupun murid dapat mengekspresikan gagasan dan pemikirannya secara bebas. Dikatakan egaliter karena masing-masing al-Kuttab memperlakukan siswanya tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Ada beberapa keunggulan dari madrasah seperti, seiring dengan semakin cerdasnya masyarakat dewasa ini, terdapa kecendrungan yang kuat di masyarakat bahwa madrasah akan menjadi pilihan utama. Karena madrasah telah menjadi sekolah umum yang bercirikan agama. Dan tidak ditemukan disekolah umum. Selanjutnya keunggulan madrasah bahwa sejak 1975 bahkan abad ke 20, kehadiran madrasah diarahkan pada upaya mewujudkan sekolah yang unggul. Dan semakin kuat karena adanaya berbagai inovasi dan usaha yang sungguh untuk meningkatkan mutu madrasah. Kehadiran kerajaan Bani Umayyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak masyarakat Islam tidak hanya belajar di mesjid tetapi juga pada lembaga-lembaga yang ketiga, yaitu “Kuttab” (pondok pesantren). Kuttab ini dengan karakteristik khasnya merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqoh. Pada tahap berikutnya Kuttab mengalami perkembangan pesat , karena di dukung dana dari iuran pendidikan dari masyarakat, serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan anak didik. Di Indonesia istilah Kuttab lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang Kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana mesjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri. Dengan demikian, ciri-ciri pondok pesantren adalah adanya Kiai, santri, mesjid dan pondok. Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah : • Tujuan Umum o Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat melalui ilmu dan amalnya. • Tujuan Khusus o Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Sebagai lembaga yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan sorogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan “bendungan” sedangkan disumatra digunakan istilah “halaqoh”. a. Metode Wetonan (Halaqoh) Metode yang di dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. b. Metode Sorogan Metode yang santrinya cukup pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual. Ciri-ciri khusus dalam pondok pesantren adalah: isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama ,misalnya ilmu sintaksis arab ,morfologi arab ,hukum islam, sistem yurisprudensi islam, hadits,tafsir Al-Qur’an,teologi islam,tasawuf,tarikh,dan retorika.Literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang disebut dengan istilah “kitab kuning”dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Kitab-kitabnya berbahasa arab 2. Umumnya tidak memakai syakal,bahkan tanpa titik dan koma 3. Berisi keilmuan yang cukup berbobot 4. Metode penulisannya dianggap kuno dan relevansinya dengan ilmu kontemporer kerap kali tampak menipis 5. Lazimnya dikaji dan dipelajari di pondok pesantren 6. Banyak di antara kertasnya berwarna kuning. Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu: • Mulai akrab dengan metodelogi modern • Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya. • Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja. • Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat. • Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya: a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah); b. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab; c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang islami; d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri. 4) MADRASAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Madrasah merupakan isim makna dari darasa yang berarti tempat untuk belajar .istilah madrasah kini telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan islam)33.poerwadarminta WJS., kamus umum bahasa indonesia ,(jakarta: Balai pustaka ,1982),h.618. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul dari penduduk “Nisapur” tetapi tersiarnya melalui menteri Saljuqi yang bernama “Nizam Am-Mulk” yang mendirikan madrasah Nizomiyah (th 1065). Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah Nizam Al-Mulk adalah Shalahuddin Al-Ayyubi.34(hasan langgulung.op.cit ., h.114) Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai latar belakang, yaitu 1) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam. 2) Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum. 3) Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka. 4) Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren disistem pendidikan modern dari hasil akulturasi. Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana yang benar-benar menenuhi elemen-elemen institusi secara sempurna, yang tidak terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan yang lain. Frank P. Besag dan Jack L. Nelson menyatakan elemen institusi sekolah terdiri atas tujuh macam, yaitu: 1. Utility (kegunaan dan fungsi). Suatu lembaga sekolah diharapkan memberi kontribusi terhadap tuntutan masyarakat yang ada, tuntutan kelembagaan sendiri dan aktor. 2. Actor (pelaku). Actor berperan dalam pelaksanaan tujuan dan fungsi kelembagaan, sehingga actor tersebut mempunyai status dalam institusi tempat ia berada. 3. Organisasi. Organisasi dalam institusi tergambar dengan bebrerapa bentuk dan hubungan-hubungannya antar-aktor. 4. Share in society (tersebar dalam masyarakat). Institusi memberikan seperangkat nilai, ide, dan sikap dominan dalam masyarakat, serta mempunyai hubungan-hubungan dengan institusi lain, baik terhadap sistem politik, ekonomi masyarakat, kebudayaan, pengetahuan, dan kepercayaan. 5. Sanction (sanksi). Institusi memberikan penghargaan dan hukuman bagi actor. Wewenang sanksi diperlakukan bila berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat institusi berada, dan sanksi dijatuhkan sesuai dengan ukurannya. 6. Ceremony (upacara, ritus, dan simbol). Upacara dalam pendidikan dilakukan sebagai pengikat tentang status, pengetahuan, dan nilai seperti acara wisuda. 7. Resistance to change (menentang perubahan). Institusi berorientasi terhadap status quo akan menimbulkan problem baru. Institusi didirikan untuk tujuan sosial tertentu, sehingga ia hidup dengan cara tertentu pula. Oleh karena itu, actor sering khawatir melakukan kesalahan, walaupun hal-hal yang dilakukan mengandung inovasi positif. Perubahan yang terjadi akan menjadi sorotan masyarakat. Abuddin Nata (2010) mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu: a. Rumah (al-Bait) b. Masjid dan Suffah c. Al-Kuttab, Surau dan TPA d. Madrasah e. Al-Zawiyah. Kata zawiyah secara harfiah berasal dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengamil tempat tertentu dari sudut masjid yang digunakan untuk I’tikaf (diam) dan beribadah. Dengan demikian, Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum sufi sebagai tempat untuk halaqah berzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan kaagungan Allah SWT. f. Al-Ribath, Secara harfiah, al-ribath artinya ikatan. Al-ribath selanjutnya menjadi lembaga pendidikan yang secara khusus dibagun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual. g. Al-Maristan. Al-maristan dikenal sebagai lembaga ilmiah yang paling penting dan sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan Islam. Di lembaga ini, para dokter mengajarkan ilmu kedokteran dan mereka mengadakan studi dan penelitian secara menyeluruh. h. Al-Qushur (Istana). Istana tempat kediaman khalifah, raja, sultan, dan keluarganya, selain berfungsi sebagai pusat pengendali kegiatan pemerintahan, juga digunakan sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan bagi para putra khalifah, raja, dan sultan tersebut. i. Hawanit al-Waraqin (Toko Buku) j. Al-Shalunat al-Adabiyah (Sanggar Sastra). Secara harfiah Al-Shalunat al-Adabiyah dapat diartikan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pertunjukan pembacaan dan pengkajian sastra, atau sebagai sanggar atau teater budaya, seperti Taman Ismail Marzuki di Jakarta. k. Al-Badiyah l. Al-badiyah secara harfiah dapat diartiakn sebagai tempat mengajarkan bahasa Arab asli, yakni bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh berbagai dialek bahasa asing. Di tempat ini berbagai warisan budaya Arab pada zaman jahiliyah, seperti puisi, syair, da khotbah diajarkan. m. Al-Maktabat (Perpustakaan) Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:  Assosiasi, misalnya universitas, persatuan.  Organisasi Khusus, misalnya penjara, rumah sakit, sekolah.  Pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu. Dalam Islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu : 1) lembaga yang tidak dapat berubah dan 2) lembaga yang dapat berubah. 1) Lembaga yang Tidak Dapat Berubah  Rukun iman, yaitu lembaga kepercayaan manusia.  Ikrar keyakinan (bacaan Syahadatain), yaitu lembaga yang merupakan pernyataan atas kepercayaan manusia.  Thaharah, yaitu lembaga penyucian manusia dari segala kotoran baik lahir mupun bathin.  Shalat, yaitu lembaga pembentukan pribadi-pribadi anggota masyarakat, yang dapat membantu dalam menemukan pola tingkah laku untuk membangun atas dasar kesejahteraan umat dan mencegah perbuatan fakhsya’ wal munkar.  Zakat, yaitu lembaga pengembanganekonomi umat, sertalembaga untuk menghilangkan stratifikasi statu ekonomi masyarkat yang tidak seimbang.  Puasa, yaitu lembaga untuk mendidik jiwa, dengan menahan nafsu dan kecenderungan-kecenderungan fisik dan psikologis.  Haji, yaitu lembaga pemersatu dalam komunikasi umat secara keseluruhan.  Ihsan, yaitu lembeaga yang melengkapi dan meningkatkan serta menyempurnakan amal dan ibadah manusia.  Ikhlas, yaitu lembaga pendidikan rasa dan budi sehingga tercapai suatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal.  Takwa, yaitu lembaga yang menghubungkan antara manusia dengan Allah SWT. Sebagai suatu cara untuk membedakan tingkat dan derajat manusia. 2) Lembaga yang Dapat Berubah  Ijtihad, lembaga berpikir sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam merumuskan suatu keputusan masalah.  Fiqh, lembaga hukum Islam yang diupayakan oleh manusia melalui lembaga ijtihad.  Akhlak, lembaga nilai-nilai tingkah laku yang dibuat acuan oleh sekelompok masyarakat dalam pergaulan.  Lembaga ekonomi, yaitu lembaga yang mengatur hubungan ekonomi masyarakat dengan mencakup segala aspeknya.  Lembaga pergaulan sosial  Lembaga politik.  Lembaga Seni.  Lembaga negara.  Lembaga ilmu pengetahuan.  Lembaga pendidikan. D). TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRANSFORMASI SOSIAL BUDAYA Transformasi sosial budaya berarti modifikasi dalam setiap aspek proses sosial budaya, pola sosial budaya, bentuk-bentuk sosial budaya. Perubahan ini bersifat progresif dan regresif, berencana dan tidak, permanen dan sementara, undirectional dan multidirectional, menguntungkan dan merugikan. Bentuk-bentuk transformasi sosial budaya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Evolusi Sosial (Sosial Evolution) Perkembangan gradual, yaitu perkembangan wajar karena adanya kerja sama yang harmonis antara manusia dan lingkungannya. Perubahan ini dibedakan atas : a. Evolusi Kosmis (Cosmis Evolution), yaitu perubahan alami yang tumbuh berkembang, mundur lalu pudar. b. Evolusi Organis (Organic Evolution), yaitu perubahan untuk mempertahankan diri dari kebutuhannya dalam lingkungan yang berkembang. c. Evolusi Mental (Mental Evolution) yaitu menyangkut perubahan pandangan dan sikap hidup. 2. Gerakan Sosial (Sosial Mobility). Suatu keinginan akan perubahan yang diorganisasikan karena dorongan masyarakat ingin hidup dalam keadaan yang lebih baik dan lebih cocok dengan keinginannya. 3. Revolusi Sosial (Sosial Revolution). suatu perubahan paksaan yang umumnya didahului oleh ketidakpuasan yang menumpuk tanpa pemecahan dan analisis, sehingga jurang antara harapan dan pemenuh kebutuhan menjadi semakin lebar tak terjembatani. Bentuk-bentuk tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Islam adalah : a) Politik. Kehidupan politik khususnya politik negara banyak berkaitan dengan masalah cara negara itu membimbing, mengarahkan dan mengembangkan kehidupan bangsa jangka panjang. Suatu lembaga pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik negara, akan mendapatkan tekanan (presure) terhadap cita-cita kelembagaan dari politik tersebut. b) Kebudayaan Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini tidak dapat terhindar dari pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi semacam ini menyebabkan proses akulturasi, yaitu faktor nilai yang mendasari kebudayaannya sendiri sangat menentukan keeksistensian kebudayaan tersebut. Dalam menghadapi hal yang tidak diinginkan, dibutuhkan sikap kreatif dan wawasan pengetahuan yang dapat menjangkau masa depan bagi eksistensi kebudayaan dan kehidupannya. c) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Teknologi sebagai ilmu terapan merupakan hasil kemajuan kebudayaan manusia, yang banyak bergantung pada manusia yang menggunakannya, dan lembaga pendidikan kita dituntut agar mampu mendasari teknologi tersebut dengan norma-norma agama sehingga hasil teknologi manusia berdampak positif bagi kehidupan. d) Ekonomi Ekonomi merupakan tolak punggung kehidupan bangsa yang dapat menentukan maju mundurnya suatu proses pembudayaan bangsa. Perkembangan ekonomi banyak diwarnai oleh sistem pendidikan, demikian sebaliknya. Di sini pendidik dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, sehingga diadakan “ekonomi pendidikan” sebagai perencanaan pendidikan dalam sektor ekonomi. e) Masyarakat dan Perubahan Sosial Perubahan yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial sering kali mengalami ketidakpastian tujuan serta tak terarah tujuan yang disepakati. Di sinilah pendidik sebagai pengarah yang rasional dan konstruktif, sehingga problem-problem sosial dapat dipecahkan mengingat lembaga pendidikan Islam sebagai lembaga kemasyarakatan yang berfungsi sebagai “agen sosial of change”. f) Sistem Nilai Sistem nilai dijadikan tolak ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi pengendali, namun sekarang perubahan itu menghilangkan nilai tradisi yang ada, lembaga pendidikan di sini sangat diperlukan karena salah satu fungsi lembaga pendidikan yaitu mengawetkan sistem nilai yang telah dikembangkan oleh masyarakat BAB III KESIMPULAN Dari pemaparan materi diatas kita dapat mengetahui bahwa lembaga pendidikan islam itu adalah suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Ada beberapa jenis lembaga pendidikan Islam, misalnya: 1. Keluarga adalah lembaga pendididkan pertama yang kita kenal dan yang menjadi pendidik dalam keluarga adalah orang tua. 2. Masjid adalah tempat untuk melakukan ibadah, selain itu juga masjid digunakan sebagai tempat belajar (pendidikan). 3. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang mana didalamnya terdapat kiai sebagai pendidik, santri sebagai peserta didik, masjid sebagai tempat untuk melaksanakan pendidikan dan asrama sebagai tempat tinggal santri. 4. Madrasah adalah lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. 5. Rumah (al-Bait) 6. Al-Kuttab, Surau dan TPA 7. Al-Zawiyah 8. Al-Riba 9. Al-Maristan 10. Al-Qushur (Istana) 11. Al-Shalunat al-Adabiyah (Sanggar Sastra) 12. Hawanit al-Waraqin (Toko Buku) 13. Al-Badiyah 14. Al-Maktabat (Perpustakaan) DAFTAR PUSTAKA Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. Jakarta: Kencana. Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Umar Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Amzah Abuddin Nata. 2012. kapita Selekta Pendidikan Islam,Jakarta : Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Keajaiban Email

Ketik Email_nya Sob,,,!!! :

Delivered by Zhoule Torjonk

Blogger news

Blogroll